(Part 4) Pengalaman Hairplay Hijab Kepala Sekolah

 KISAH NYATA 


Sejak aku hairplay Rambut panjang Bu dira dalam hijabnya pertama kali, Aku sering datang kerumahnya dan memainkan rambutnya, setelah itu, Bu dira akan memintaku untuk memijatnya sambil dikeramas, Dan itu terus berlanjut sampai aku sma.

Hijab kepala sekolah


Aku masih disekolah yang sama meski aku sudah sma dan teman temanku yang lain pindah, Alasannya ada dua; kenapa harus repot pindah sma lain sementara disini masih ada, kedua, tentu saja ada Bu Dira.

Bertepatan saat aku masuk, kepala sekolah sebelumnya lengser dan digantikan oleh guru bahasa arab, Namanya Aisyah,pesantren Aisyiyah Boarding School, Bandung, Meski umurnya Baru 28 Tahun, tapi menurutku dia cukup hebat Dalam mengatur sekolah, Dan lagi lagi yang membuatku penasaran adalah Cepol hijabnya, Meski islam dan berhijab, Dia juga keturunan chinesee, Meski mukanya lebih mirip orang indo.

Pengalaman ini dimulai saat aku pernah bertengkar dengan salah satu siswi bernama putri (akan dihairplay juga di part selanjutnya), karena aku difitnah merusak earphone miliknya, karena tidak terima kami pun ribut dan hampir gelut kalau kami tidak sama sama dibawa ke ruang kepsek.

Setelah pertengkaran dengan Putri, aku dibawa ke ruang kepala sekolah yang baru, Bu Aisyah. Dia duduk di meja kerjanya dengan tenang, matanya menatapku dengan penuh perhatian saat aku masuk ke dalam ruangan.

"Andi, apa yang terjadi?" tanya Bu Aisyah dengan suara lembut.

"Saya difitnah merusak earphone milik Putri, Bu," aku menjawab dengan tegas.

Bu Aisyah mengangguk, "Saya memahami. Mari kita duduk dan bicarakan masalah ini dengan tenang."

Kami berdua duduk di kursi di depan meja Bu Aisyah. Dia mendengarkan penjelasanku dengan penuh perhatian, tanpa sepatah katapun yang keluar dari bibirnya selama aku bercerita. Setelah aku selesai, Bu Aisyah menyimpulkan.

"Andi, aku percaya kamu. Saya akan menangani masalah ini dengan adil, Dan putri, kenapa kamu bisa mengatakan bahwa andi yang merusak earphone mu?" kata bu aisyah "Karena Andi dari tadi duduk termenung di dekat kursi tempat aku ngecas earphone aku" katanya "aku gk ngapa ngapain, sumpah!" kataku tegas "udah udah, sekarang gini aja, Andi keluar dulu, nanti ibu panggil satu satu ya?" kat ibu aisyah lembut "baik bu" kataku, kemudian aku pun keluar dari ruang kepsek dan menunggu diluar, padahal saat earphonenya rusak aku sedang memikirkan hairplay dengan bu Dira kemarin, meski kujelaskan bahwa earphonenya rusak karena jatuh sendiri, dia tetap tidak percaya, beberapa saat kemudian putri keluar dengan muka yang riang, aku heran, kenapa bisa? padahal tadi mukanya merah padam, tak lama kemudian bu aisyah memanggilku dan aku pun masuk "ibu sudah menyelasaikan masalah ini dengan membayar uang harga earhone putri" katanya sambil tersenyum "sekarang kamu tinggal salin maafan aja sama putri ya" katanya "baik bu" jawabku, baru saja membalikan badan, Bu aisyah memanggilku lagi "kamu mau kemana? tunggu sebentar ibu belum selesai ngomong" kata bu aisyah, aku kaget, kukira sudah selesai, kataku dalam hati "duduk dulu sini, ibu mau bicara sebentar, tenang bukan masalah putri kok" katanya, aku pun bernafas lega dan duduk di kursi dihadapannya "iya bu, ada apa?" tanyaku "katanya kamu duduk termenung ya? ada apa? kamu ada masalah?" kata bu Aisyah "mmm... nggak kok aku gk mikirin apa apa" jawabku, sebenarnya aku sedang memikirkan hairplay dengan bu Dira.

"Tapi masa termenungnya lama banget?" kata bu aisyah "hmm, Gimana ya bu? malu jelasinnya" jawabku malu malu "ya gak usah malu, kan cuma ibu doang yang tau" jawabnya, kemudian aku menghela nafas dan berkata "ok deh bu, tapi jangan kasih tau siapa siapa ya?" kataku "iya ibu janji" jawabnya, kemudian aku menceritakan tentang Bu Dira yang ketika aku masuk smp Sangat perhatian padaku, ketertarikan ku pada cepolan rambunya yang besar, saat saat aku memainkan rambutnya, dan lain lain, kemudian ibu aisyah pun berkomentar "ooh, gitu ya, jadi kamu suka penasaran sama yang cepolan rambutnya besar ya?" tanyanya "iya bu" jawab kusambil melihat cepolan bu aisyah yang juga tak kalah besarnya "Saya juga sebenarnya tertarik sama cepolan ibu, mau gk.. mm... mau gak ibu izinin aku buat mainin rambut ibu juga?" kataku ragu ragu.

Bu Aisyah terlihat kaget sambil memegangi cepolannya, dia berkata "wah, maaf ya andi, tapi rambut adalah mahkota perempuan, juga adalah aurat bagi perempuan, ibu gk mempermasalahkan kamu sama rambut panjang bu Dira, tapi ibu gk mau rambut ibu dibongkar oleh tangan lelaki yang bukan mahrom" jawabnya lembut, Aku merasa kecewa dan sedih mendengar perkataan bu Aisyah, "Aku paham, Bu. Maaf kalau permintaanku terlalu berlebihan," kataku dengan nada menyesal.

Bu Aisyah tersenyum lembut, "Tidak apa-apa, Andi. Kamu masih muda, dan wajar jika ada hal-hal yang membuatmu penasaran. Yang penting adalah kita belajar untuk menghormati batasan-batasan yang ada."

Aku mengangguk dan mencoba mengalihkan rasa kecewaku. Namun, rasa ingin tahuku masih menggelitik. Setiap kali aku melihat Bu Aisyah, cepolan besar itu selalu menarik perhatianku. Meskipun aku tahu batasannya, keinginan itu tetap ada di dalam hati.

Beberapa minggu kemudian, Bu Aisyah memintaku untuk datang ke ruangannya setelah jam pelajaran selesai. Aku merasa cemas, tetapi juga penasaran tentang apa yang ingin dibicarakan.

Saat aku masuk ke ruangan Bu Aisyah, dia menyapaku dengan senyum hangat. "Andi, ada yang ingin ibu bicarakan denganmu."

"Ya, Bu? Ada apa?" tanyaku, mencoba menyembunyikan kecemasanku.

"Kata bu Dira, kamu itu pintar memijat kepala ya?" tanya bu Aisyah
"Iya bu" jawabku "memangnya kenapa bu?" tanya ku "kalau gitu, sehabis pulang sekolah kamu boleh bantu ibu pijitin kepala ibu?" katanya "Oh, boleh bu" kataku, aku senang, mungkin kesempatan itu belum hilang.

Aku merasa senang mendengar permintaan Bu Aisyah. Mungkin, ini adalah kesempatan bagiku untuk lebih dekat dengannya dan mungkin, secara tak langsung, mengatasi rasa ingin tahuku tentang cepolan rambutnya.

Setelah jam pelajaran selesai, aku segera menuju ke ruangannya dengan hati yang berdebar-debar. Bu Aisyah sudah menungguku dengan senyum ramah. Dia mengajakku untuk duduk di kursi di sudut ruangan.

"Terima kasih, Andi." katanya sambil duduk dan membelakangi aku.

Aku mulai memijat kepalanya dengan lembut, berusaha memberikan pijatan terbaik yang aku bisa. Ternyata, memijat kepala Bu Aisyah adalah pengalaman yang menenangkan dan menyenangkan. Aku bisa merasakan kelegaan dan relaksasi yang dirasakannya.

"Ini sangat nyaman, Andi. Terima kasih," katanya sambil memejamkan mata.

"Sama-sama, Bu. Saya senang bisa membantu," jawabku dengan senyum.

Selama beberapa minggu, rutinitas ini berlanjut, Diam diam aku mencoba untuk meremas remas cepolannya setiap kali aku memijat kepala Bu Aisyah, aku merasa semakin dekat dengannya. Dia juga mulai terbuka tentang banyak hal, menceritakan pengalamannya sebagai kepala sekolah dan tantangan yang dia hadapi. Kami berbicara tentang berbagai topik, dan aku mulai melihatnya bukan hanya sebagai kepala sekolah, tetapi juga sebagai seorang individu dengan cerita dan perjuangan yang unik.

Suatu hari, saat aku sedang memijat kepalanya, Bu Aisyah tiba-tiba berbicara, "Andi, ibu mau tanya sesuatu. Kamu masih penasaran sama cepolan rambut ibu, bukan?"

Aku merasa terkejut dan sedikit malu. "Ya, Bu. Saya masih penasaran."

Bu Aisyah tersenyum. "Ibu menghargai kejujuranmu, Andi. Rambut memang adalah bagian penting dari identitas kita, dan ibu juga memahami rasa ingin tahu yang kamu miliki. Ibu sudah memikirkan ini, dan jika kamu berjanji untuk tetap menghormati privasi ibu dan menjaga hal ini dengan baik, ibu akan mengizinkanmu melihatnya."

aku merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. "Benarkah, Bu? Makasih banyak!"

Bu Aisyah mengangguk dan kemudian berbalik, membelakangi aku. "Oke, Andi. Pelan-pelan saja, dan ingat untuk selalu menghormati batasan yang ada."

Dengan tangan yang sedikit gemetar, aku mulai membuka jilbab Bu Aisyah dengan hati-hati, aku melihat rambut hitam panjang yang digulung rapi dalam cepolan besar. Aku membuka gulungan itu perlahan, dan rambut panjang Bu Aisyah pun terurai dengan indah, mengalir sampai ke punggungnya.


panjang rambut bu Aisyah

Rambut bu Aisyah


"Rambut ibu sangat indah" kataku dengan kekaguman.

Bu Aisyah tersenyum. "Terima kasih, Andi"

Aku menghabiskan beberapa jam memainkan rambutnya dengan lembut, merasakan tekstur halusnya dan menikmati momen yang sangat istimewa ini. Setelah itu, aku membantu Bu Aisyah untuk menggulung kembali rambutnya dan mengenakan jilbabnya.

"Terima kasih, Bu, atas kepercayaannya. Saya sangat menghargainya," kataku dengan tulus.

"Ibu juga berterima kasih padamu, Andi" pesan Bu Aisyah.

Sejak hari itu, hubungan kami semakin erat. Bu Aisyah tetap menjadi menjadi "langganan" pijat sama seperti bu Dira, Pengalaman ini juga mengajarkanku tentang bagaimana menghargai privasi dan batasan orang lain, sambil tetap bisa menjalin hubungan yang kuat dan bermakna.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

(Part1) RAMBUT PANJANG BUNDA: PEMICU HAIRFETISH DALAM DIRIKU

(Part 3) Pengalaman Hairplay dan memotong Rambut panjang guru Bahasa indonesia

(Part 10) Santriwati Pondok AZ-ZAHRA