(Part 12) Guru SD baru

 Saat aku naik ke kelas 12, Ada kebijakan baru untuk kelas 12, Kami harus mengajar di sekolah SD selama dua minggu sebelum memulai pelajaran resmi, Sejujurnya, aku agak keberatan untuk mengajar, karena aku tidak bisa mengajar dan aku menganggap ini merepotkan meski katanya materinya boleh bebas, Tapi, yasudahlah, setidaknya aku bisa minta bantuan kepeda guru guru SD disini.

Kemudian, aku mencari guru SD yang ingin membantuku, tapi aku sama sekali tidak menemukannya, hingga akhirnya aku menemukan Guru yang mau membantuku.

Namanya Indah, Umurnya 32 tahun, sebenarnya, Ia adalah guru SD baru, tapi sudah punya pengalaman mengajar saat dulu mengajar di SLB (sekolah luar biasa) sebelum pindah kesini

Bu Indah dan konde hijabnya 

Yang aku senangi dari bu Indah adalah jendolan yang ada dibalik hijabnya, keliahatan sangat menggodaku.

Aku kemudian bertemu dengan Bu Indah di hari minggu di sekolah untuk mempersiapkan materi pelajaran "Assalamuaikum bu" kataku menyapa Bu Indah "Waalaikumsalam, eh Andi, sini masuk, kita belajar di dalem" Katanya ramah mempersilahkanku masuk.

kemudian aku pun masuk dan berjalan dibelakang bu indah, kondenya yang besar itu membuatku ingin sekali menyingkapkan hijabnya dan membongkar kondenya dengan paksa, tapi tidak mungkin kulakukan. kemudian kami masuk ke ruang guru dan duduk di lantai berhadap hadapan.

"Kamu maunya ajarin apa Andi?" tanya bu Indah "Kayaknya sejarah aja Bu" jawabku singkat "Ooh, oke deh" jawabnya, kemudian bu Indah berdiri dan berjalan ke rak buku yang ada dibelakangku, kemudian mencari buku sejarah untuk anak SD, aku menegok ke bu Indah yang ada disamping kananku, kemudian diam diam merunduk untuk melihat konde rambutnya, aku sangat penasaran, apakah itu hanya ikat rambut ubur ubur atau rambut asli, ternyata, itu semua rambut! tidak ada ikat rambut sama sekali apalagi ikat ubur ubur.

karena terlalu keasikan mengagumi rambutnya, aku tidak menyadari kalau bu Indah tiba tiba mundur dan menabrak kepalaku.

Duk! "Ah!" kataku pelan, aku benar benar terkejut. Bu Indah menoleh cepat ketika merasa sesuatu menyentuhnya, dan matanya sedikit melebar melihatku yang sedang berusaha menegakan kepalaku kembali. "Oh, maaf Andi, ibu gak sengaja!" katanya, Aku buru-buru bergeser dan mencoba mengalihkan perhatian dengan mengambil HP di tasku.

"Gak apa-apa, Bu," jawabku sambil menyalakan HP, kemudian mematikan dan menyimpanya kembali dalam tasku 'Apa yang kulakukan? kenapa aku malah mengambil hp dan menaruhnya lagi?' pikirku dalam hati. Namun, perasaanku bercampur aduk. Ada rasa malu karena ketahuan dalam posisi yang tidak seharusnya, tapi di sisi lain, rasa penasaranku terhadap rambut Bu Indah justru semakin membesar.

"Ini bukunya, Andi. Kita bisa mulai dari sini," kata Bu Indah dengan senyum lembut, seolah tidak terjadi apa-apa. Dia duduk kembali di lantai, Sambil membuka buku, Bu Indah mulai menjelaskan beberapa konsep dasar sejarah yang cocok untuk anak SD. Andi berusaha berkonsentrasi, tapi pikirannya terus melayang-layang pada konde besar di balik hijab Bu Indah.

Seiring dengan berjalannya waktu, Aku mengerti bagaimana menjelaskan konsep yang sulit menjadi lebih mudah dipahami. Namun, sesekali pandanganku tetap tertuju pada hijab Bu Indah. Setiap kali dia menggerakkan kepalanya, konde besar itu tampak bergerak pelan, dan Aku merasa semakin terangsang.

Saat Ashar, Bu Indah berkata, "Sepertinya cukup untuk hari ini, Andi. Aku harap kamu mendapatkan gambaran yang jelas tentang bagaimana mengajar nanti."

"Ya, Bu. Makasih banyak buat bantuannya," jawabku sambil memakai tasku kembali, Namun, di dalam hati, aku merasa rasa penasarannya terhadap rambut Bu Indah belum sepenuhnya terjawab, aku memang sudah memprediksi bahwa rambutnya panjang, yang belum kuketahui hanyalah seberapa panjang rambutnya

Saat Bu Indah mulai membereskan buku-buku yang berserakan di lantai, aku berdiri di sana, masih terdiam dengan pikiranku yang penuh rasa penasaran. Aku tahu seharusnya aku fokus pada tugas mengajar yang akan datang, tapi bayangan tentang seberapa panjang rambut Bu Indah terus mengganggu pikiranku.

"Oh iya, Andi. Semoga kamu bisa mengajar dengan baik minggu depan," kata Bu Indah, memecah keheningan di antara kami.

Aku tersenyum dan mengangguk, namun masih ada sesuatu yang ingin kutanyakan, sesuatu yang terus menekan di benakku. Ketika Bu Indah hendak beranjak menuju pintu, aku memberanikan diri untuk berbicara. "Bu, kalau boleh tahu, rambut Ibu seberapa panjang, ya?"

Pertanyaanku membuat Bu Indah berhenti sejenak. Dia berbalik menatapku, tampak terkejut dengan pertanyaanku yang tiba-tiba dan agak pribadi. Namun, setelah beberapa detik, dia tersenyum lagi.

"Rambut Ibu? Hmm... lumayan panjang, Andi, kayaknya tadi kamu nunduk buat liat rambut ibu ya?" jawabnya sambil tersenyum. 'gawat! jadi dari tadi sudah ketahuan ya' kataku dalam hati dengan ekpresi wajah agak takut "Gak apa apa, ibu gak marah kok tapi lain kali jangan mengintip begitu ya. gak sopan" kata bu Indah lembut

Aku mengangguk, sedikit malu telah mengajukan pertanyaan seperti itu. Tapi rasa penasaranku masih belum terpuaskan. "Mungkin terdengar aneh, Bu. Tapi Boleh liat gak panjang rambut ibu? biar lebih pasti lagi." tanyaku, bayangan tentang rambut panjangnya tetap membayang di benakku. Aku mencoba untuk membayangkan bagaimana rambut itu terurai jika hijabnya dibuka, bagaimana rasanya menyentuh rambut seindah itu.

Bu Indah tampak terdiam sejenak setelah mendengar permintaanku. Wajahnya terlihat berpikir, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Aku merasa jantungku berdegup kencang, khawatir telah melampaui batas dengan permintaanku. Tapi di sisi lain, rasa penasaran yang begitu besar membuatku tak bisa menahan diri.

Setelah beberapa saat yang terasa sangat lama, Bu Indah akhirnya tersenyum lembut. "Andi, kamu memang anak yang jujur, tapi terlalu jujur juga. Tapi, melihat rambut ibu... mungkin tidak bisa begitu saja. Ini adalah sesuatu yang pribadi bagi ibu," jawabnya dengan nada lembut namun tegas.

Aku merasa sedikit kecewa, tapi aku juga memahami alasannya. Hijab bukan hanya sekadar penutup kepala bagi para muslimah, aku tahu itu. Permintaanku mungkin terdengar berlibihan, tapi aku sadar betul betapa pentingnya hal itu bagi beliau.

"Tapi," lanjut Bu Indah, membuatku kembali fokus. "Ibu menghargai rasa penasaranmu. Rambut ibu memang panjang, hampir sampai ke pinggang. kalau kamu bener bener mau liat rambut ibu, boleh deh, tapi ada syaratnya"

Aku langsung antusias dan mengangguk "Oh? Makasih, Bu, syaratnya apa?" kataku dengan penuh antusias.

Bu Indah tersenyum melihat antusiasmeku yang begitu besar. Dia tampak memikirkan sesuatu sejenak sebelum akhirnya menjelaskan syaratnya.

"Syaratnya adalah, kamu harus bisa menjaga rahasia ini. Apa yang kamu lihat nanti, tidak boleh kamu ceritakan kepada siapa pun, termasuk teman-temanmu di sekolah. Ini bukan sesuatu yang biasa ibu lakukan, dan ibu hanya bersedia menunjukkannya karena ibu tahu kamu anak yang bisa dipercaya. Setuju?"

Aku langsung mengangguk, tanpa ragu. "Setuju, Bu!" jawabku "Tapi mending jangan disini, di tempat lain aja" kata Bu Indah "Dirumahku gimana Bu?" tanyaku menawarkan "Tapi gimana kalau ketemu sama keluargamu? nanti ibu harus bilang apa?" tanya Bu Indah ragu ragu "tenang bu, dirumah gak ada siapa siapa kok, cuma ada pembantu aja, itupun gak pernah nanya nanya sesuatu yang bukan urusannya" jawabku meyakinkannya, apalagi rambut Bu Cucu selalu kucuci dan kumainkan setiap ada kesempatan, keluargaku juga gak ada dirumah karena ayah dan Hasna ada di jakarta.

"Oooh oke deh kalau gitu, kamu ikut sama ibu ya naik motor, tunjukin jalannya" kata bu Indah "Siap bu" jawabku antusias, kemudian di perjalanan, aku sedikit usil meremas remas kondenya, Bu Indah hanya tersenyum saja.

Singkat cerita, kami sampai dirumahku, kemudian kami masuk kedalam "Assalamualaikum" kataku sambil masuk "Waalaikumsalam" jawab seseorang, aku terkejut, aku kemudian melihat Hasna didekat tangga "Lho? has? kamu gak ikut ayah ke Jakarta?" tanyaku.

"Enggak, Awalnya aku pengen ikut sih, tapi kata ayah gak bisa karena kerjaannya padat" jawabnya sambil melepas ikat rambutnya yang rambutnya sekarang sudah sepinggang (untuk selengkapnya, lihat cerita part 2) "Eh itu siapa a?" tanya hasna melihat Bu Indah yang ada dibelakangku "Oh, ini bu guru" jawabku singkat "Oh, ok" jawabnya kemudian ia naik ke lantai 2, dia sudah tau alasan kenapa ada guru yang masuk kerumah muridnya, tentu saja untuk belajar, tapi alasan kami lain.

Kemudian kami masuk ke kamarku dan mempersilahkan Bu Indah masuk, kemudian aku mengambil kursi plastik dan mempersilahkannya duduk disana, namun, Bu Indah kebingungan dan bertanya "Eh? ibu kenapa harus duduk?" tanyanya "Bu, udah jauh jauh kesini masa cuma buat liatin rambut ibu doang setelah itu pergi lagi? boleh dong sekalian mainin rambut ibu juga, ya? ya?" kataku

Bu Indah tampak terkejut mendengar permintaanku yang lebih dari sekadar melihat rambutnya. Wajahnya menunjukkan keraguan, dan dia terdiam sejenak, mungkin mempertimbangkan apa yang baru saja aku katakan.

"Andi, kamu tahu kan, rambut adalah aurat bagi seorang wanita muslimah. Ibu sudah cukup memberikan kepercayaan besar dengan menunjukkan rambut ibu tadi. Tapi, memainkannya... " belum lengkap jawaban Bu Indah, aku memotongnya.

Aku bisa merasakan penolakan dalam suaranya, tapi rasa penasaran dan keinginanku sudah begitu besar "Maaf, Bu. aku gak bermaksud untuk membuat Ibu gak nyaman. Hanya saja, rambut Ibu sangat indah, dan aku ingin sekali merasakannya lebih dekat," kataku, mencoba meyakinkannya.

Bu Indah menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan, kemudian duduk di kursi itu "ya sudah, kamu boleh memainkannya" kata Bu Indah pasrah.

Dengan senang hati, aku kemudian melepaskan peniti hijab segitiganya, kemudian aku perlahan membuka hijabnya.


Gelungan Bu Indah

"Waah, Rambut Ibu bagus banget"Kataku sambil meremas remas gelungannya, Bu Indah hanya tersenyum tanpa berkata kata, kemudian aku menggerai rambutnya yang indah itu, ternyata benar, panjang rambutnya sepinggang, kemudian aku mengambil sisir didalam laci mejaku, lalu menyisir rambutnya.

Panjang Rambut Bu Indah

Bu Indah hanya tersenyum, ia memejamkan matanya sambil tersenyum, aku melihatnya dari pantulan cermin, kemudian aku mengambil vitamin rambut dari laci mejaku, sebenarnya itu untuk Bu Dira besok, tapi tak apalah, akan kuganti nanti setelah ini.

"Udah selesai maininnya, Andi?" tanya bu Indah "Hmm, aku punya satu permintaan lagi bu, boleh gak?" tanyaku sambil mengusapkan vitamin rambut ke rambut Bu Indah "Hah? lagi? apa belum cukup semua ini? jangan jangan kamu mau potong rambut ibu juga?" tanya Bu Indah menyelidik dengan muka masam "Bukan Bu, ini sebagai permintaan maaf dan juga terima kasih buat ibu karena ibu ngebolehin aku mainin rambut ibu" kataku lembut, sebenarnya aku ingin memotong rambutnya dan menjadikannya koleksiku selain rambut bu Nur dan Sarah, tapi aku agak kasian juga sih.

"Ooh, yaudah, apa?" tanya Bu Indah "Boleh gak aku keramasin rambut Ibu? nanti aku juga kasih pijat kepala dan vitamin rambut juga, kebetulan aku ahli di bidang perawatan rambut" kataku sedikit bangga "Eh? kamu bisa ngerawat rambut? Ibu baru tau" kata bu Indah "Iya bu, mau gak?" tanyaku "Hmm, boleh deh" jawab bu Indah sambil tersenyum.

Singkat cerita, kami masuk kamar mandi, Bu Indah kemudian duduk di kursi yang juga turut kubawa kedalam, setelah Bu Indah duduk aku kemudian menggeraikan rambutnya kebelakang, kemudian aku mengambil gayung berisi air "Udah siap Bu?" tanyaku "Udah Andi" jawab bu indah sambil tersenyum dan menengok kebelakang, kemudian aku menghadapkan kepalanya keatas dengan lembut, Bu Indah menurut sambil tersenyum, ketika gayung sudah menyentuh kepalanya, Bu Indah memejamkan matanya.

Air membasahi setiap helai helai rambut Bu Indah dengan lembut, Bu indah keliahatan menikmatinya
Setelah itu aku menuangkan shammpo diatas kepalanya kemudian menggosok rambutnya, setelah beberapa lama, aku kemudian memijat kepalanya "Ah~ enak banget, kamu udah kayak pemijat profesional aja Di" kata Bu Indah yang menikmatinya dengan mata terpejam "Aah, biasa aja kok Bu" jawabku, setelah 5 menit aku memijatnya, aku membilas shammpo yang ada di kepalanya, kemudian aku memberikan condisioner dan menggosok rambutnya lagi, dan membilasnya lagi, Kemudian Adzan magrib mulai terdengar, aku pun menyudahi "permainan" yang berkedok perawatan rambut, yah, setidaknya aku punya skill memijat kepala, itu sudah cukup.

"Oke bu, Udah beres" kataku, kemudian Bu Indah berdiri dan meregangkan badannya setelah beberapa lama duduk dikursi "Makasih ya Andi, masih ada lagi apa udah beres?" Tanya bu indah sambil membungkus rambutnya dengan handuk yang kuberikan "Paling keringin rambut aja Bu" jawabku "Kalau gitu udah beres?" tanyanya lagi "Udah Bu" jawabku.

Bu Indah agak lama mengeringkan rambutnya, 25 menit, begitu kutanya jawabnya karena Bu Indah akan merasa pusing jika memakai hijab dalam kondisi rambut yang basah, setelah itu Bu Indah menyisir rambutnya dan memakai hijabnya lagi "Makasih Andi, Rambut ibu rasanya jadi lebih lembut, dan terlebih lagi kepala Ibu juga jadi lebih relaks" katanya memujiku "Yah, sama sama Bu" jawabku.

kemudian Bu Indah keluar dan menuju halaman untuk pulang "Nah Andi, Jangan lupa buat besok yaa" kata Bu Indah mengingatkan "Iya Bu, udah pasti kok" jawabku, kemudian kami berpamitan dan Bu Indah pulang kerumahnya.

"Nah, bisa jadi besok adalah hari yang merepotkan" kataku pada diriku, kemudian aku mengunci gerbang dan masuk kembali kerumah, ketika masuk Hasna bertanya "Udah tuh a?" tanyanya "Udah, tuh ibu nya juga udah pulang" jawabku "Tapi kok baju belakangnya basah?" tanyanya lagi "Aah itu bukan apa apa, lagian aku juga gak tau" jawabku sambil melewatinya dan masuk kekamar, sebelum aku masuk kamar, Hasna menengok kebelakang dan seolah memikirkan baju Bu Indah yang agak basah 
"Aneh, ah, masasih kalau keringetan, kan dikamar aa ada ac" gumamnya, Aku hanya tersenyum mendengarnya sambil masuk ke kamarku.



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

(Part1) RAMBUT PANJANG BUNDA: PEMICU HAIRFETISH DALAM DIRIKU

(Part 25) Tragedi

(Part 23) Nostalgia di perjalanan menuju kampus