(Part 15) Potong Rambut anak tetangga

 1 Tahun kemudian

Akhirnya, aku sudah menyelesaikan pendidikan SMA ku, sekarang, aku harusnya melanjutkan pendidikanku di perkuliahan, tapi karena waktu aku mendaftar dan tes aku tidak lulus, maka aku jadi nganggur dulu setahun.

di masa masa "pengangguran" ini, aku melakukan banyak hal, mulai dari membuka tempat pijat kepala yang benar benar resmi, sampai membuat tempat potong rambut, di sinilah, aku mendapatkan partner yang juga akan menemaniku selama peristiwa hairplay selanjutnya.

Ketika aku mau membuka tempat potong rambut wanita, aku mengajak teman SMA ku yang juga seorang hairfetish, namanya Faiz, sejak kecil ia sudah diajari memotong rambut perempuan oleh ayahnya yang seorang penata rambut profesional di sebuah salon, ia pertama kali memotong rambut perempuan ketika ia diminta ibunya untuk memotong rambutnya yang panjang, sejak itu, ia menjadi tergila gila pada rambut perempuan meski ia menahannya terus.

"Hah? tempat potong rambut? Salon gitu maksudnya?" tanya Faiz tercengang, ia tidak menyangka aku akan mengajaknya membuat salon "Iya, daripada lu cuma nonton hairplay perempuan yang rambutnya panjang melulu, mending dijadiin duit, kan lumayan, apalagi katanya lu suka sama anak perempuan yang rambut panjang, iya kan? pedo?" godaku "Idih, gua gak pedo weh, cuma suka rambutnya aja, jarang jarang kan anak kecil rambutnya panjang" bantahnya sambil memakan seblak di warung yang kami datangi.

"Hahaha, sorry sorry, canda doang gua, jadi, mau gak lu?" kataku sambil mengembalikan kembali topik awal pembicaraan "Boleh aja sih, cuma lu bisa gak motong rambut?" tanyanya balik "Ya lu ajarin gua dong" kataku "Yah, kirain udah bisa lu, yaudah boleh, tapi lu punya modelnya gak?" tanya Faiz sambil menatapku "Model?" tanyaku lagi "Iya, model potong rambut, pacar lu rambutnya panjang kagak?" tanya Faiz "gak punya pacar gua" jawabku datar "oh, kalau gitu adik lu?" Tanyanya lagi "gak pernah mau dia, dulu pernah ditawarin tapi gak mau sampai sekarang" jawabku "Hmm, kalau gitu Ibu lu deh" tanyanya lagi, aku yang mendengar itu agak kaget dan hampir menyemburkan teh manis yang kuminum.

"Lah, Ibu gua udah meninggal pas gua kelas 5 woi" kataku agak kesal "Waah, sorry sorry gua gak tau" kata Faiz panik panik "yaudah, tapi kalau gak ada mau siapa dong?" tanya faiz "Ehm... ntahlah..." jawabku polos "kenapa gak pake wig buat praktiknya sih?" tanyaku "Kalau ada yang dekat, kenapa harus beli jauh? meding pake yang masih dikepala orangnya" jawab Faiz.

Aku jadi kepikiran Bu Indah, Bu Dira, dan Bu Cucu, tapi aku tidak tega melakukannya, meraka terlalu baik, bisa saja mereka langsung menerimanya "Eh, aku punya ide" kataku memutus hening yang cukup lama diantara kami "Gimana kalau kita tanyain ke tetangga tetangga?" usulku "Tetangga? wah, boleh juga saranmu, Oke, coba nanti kita tawarin ke tetangga kita bereng bareng, pertama kita tanyain ke tetangga tetangga gua, kalau gak ada baru tetangga lu, gimana?" tanya Faiz antusias "Boleh" jawabku.

"Oke, sekarang mau kapan?" tanya Faiz "gimana kalau besok?" tanyaku "lu gak ada kegiatan lain kan?" tanyaku "gak ada sih bro, oke lah, deal ya?" jawab Faiz sambil menjabat tanganku.

Keesokan harinya, aku dan Faiz sudah siap untuk menjalankan rencana kami. Aku sedikit gugup, karena meski ini ideku, aku tidak tahu bagaimana reaksi para tetangga nanti. Kami mulai dengan mengunjungi tetangga Faiz yang pertama, Bu Ratna, seorang ibu rumah tangga. Bu Ratna sudah berusia pertengahan 40-an, tapi rambutnya tetap hitam legam dan sehat.

"Assalamualaikum, Bu Ratna," sapa Faiz sopan. Bu Ratna membalas sapaan kami dengan ramah dan menyilakan kami masuk ke rumahnya. Setelah basa-basi sebentar, Faiz akhirnya membuka pembicaraan utama "Jadi gini Bu, kami berdua mau buka tempat potong rambut wanita. Nah, karena kami baru mulai, kami mau cari model buat latihan. Ibu mau nggak jadi model kami?" tanya Faiz dengan sopan, Bu Ratna tampak berpikir sejenak. "Wah, menarik juga, ya. Tapi saya belum mau potong pendek, lho," katanya sambil tertawa kecil.

"Oooh yausah deh kalau ibu gak mau, makasih ya bu udah luangin waktunya" kata Faiz sambil berdiri, dibarengi olehku "Iya, gak apa apa" jawabnya kemudian kami keluar dan lanjut berkeliling.

Selama beberapa jam, kami berkeliling, mengetuk pintu demi pintu, menawarkan jasa potong rambut gratis dengan senyuman ramah. Beberapa menolak dengan alasan takut rambutnya rusak, atau tidak rapih jadinya. sehingga kami putuskan untuk menyudahinya saja.

karena tetangga gua gak ada yang mau, kita ke komplek lu aja ya" kata faiz, aku hanya mengangguk, kemudian menaiki motor Faiz dan pergi melesat ke komplek ku.

Namun hasilnya sama saja, kami tetap ditolak, saat kami kemudian hampir menyerah, tiba tiba ada anak kecil yang memanggilku "Kak Andi, lagi apa?" tanyanya sambil menghampiriku, aku kenal anak ini, rumahnya berjarak sekitar 5 rumah dari rumahku "Oh Aliya, ini lagi keliling aja" jawabku berdusta.

Aliya saat kelas 6 SD


Tapi aku menghentikan langkahku, aku ingat, anak ini katanya rambutnya panjang, meski tidak pernah diperlihatkan, aku menghentikan langkah Faiz "Iz, anak ini katanya rambutnya panjang, mau coba?" tanyaku, mata Faiz langsung berbinar "hah? beneran?" tanyanya, Alisa yang melihat Faiz terkejut hanya menatap kami kebingungan.

"Aliya, katanya rambut kamu panjang, ya? Kira-kira, kamu mau nggak rambutnya ditata sama aku? Gratis, lho, malah nanti aku bayarin" tanyaku dengan nada lembut. Aliya menatapku dengan matanya yang besar dan penasaran. "Ditata gimana, Kak?" tanyanya polos "Jadi, kita lagi belajar motong dan ngerapihin rambut. Kalau Aliya mau, Nanti Aliya bisa cerita ke teman-teman kalau udah potong rambut di tempat kita," jelasku.

Aliya tampak berpikir sejenak, menimbang tawaranku. Ia lalu menoleh ke rumahnya yang tampak sepi, mungkin orang tuanya sedang tidak di rumah. "Tapi... nanti mama sama papa marah nggak ya, Kak?" tanyanya dengan raut wajah sedikit khawatir, Faiz langsung menimpali, "Oh, tenang aja, Aliya. Nggak bakal potong pendek, cuma setengahnya aja biar rapi. Kita juga bisa kok bilangin ke mama sama papa kamu dulu kalau Aliya mau" aku kemudian bertanya juga "Ngomong ngomong, panjang rambut kamu segimana dulu?" tanyaku.

Aliya kemudian membalikan badanya dan menyingkapkan hijabnya, dan terlihatlah rambutnya yang tebal dan dikonde itu, ketika Aliya kesusahan saat membuka ikat rambut yang mengonde rambutnya itu, Faiz langsung membantunya "Sini sama aa aja" kata Faiz ramah, Aslinya mulutnya itu seperti yang ingin memakan rambutnya, kemudian tergerailah rambutnya sampai pinggang.

Aku dan Faiz saling pandang, berusaha menahan senyum puas. "Sepinggang, panjang juga, tapi kamu mau gak Aliya?" tanya Faiz, Aliya pun menganggukan kepalanya, tanda ia setuju.

Kami pun membawa Aliya ke rumah kecil yang nantinya akan dipakai untuk tempat pijat dan salon nantinya, Faiz menyiapkan peralatan dengan cekatan, sementara aku meminta Aliya duduk di kursi. Aku bisa melihat betapa panjang dan terawat rambut Aliya begitu ia melepaskan karet rambutnya. Rambutnya terurai indah, halus, dan hitam pekat. Faiz terdiam sejenak, terlalu terpesona dengan keindahan rambutnya "Shuut! heh!" bisikku menyadarkan Faiz, Faiz buru buru menguasai dirinya lagi mendengar bisikanku.

"ehm,.. jadi begini Di" kata Faiz sambil memegang rambut Aliya "Pertama, kamu harus sisir dan perhatikan volume rambutnya" katanya sambil menyisir rambut Aliya, aku hanya memandanginya saja di samping "Aliya, rambut kamu mau dipotong segimana?" tanya Faiz "Sedada aja kak, aku takut kependekan" jawab Aliya datar "Oke deh" jawab Faiz sambil memegang bahunya "Kedua, biar lebih mudah buat memotong rambut yang panjang dan tebal, lebih baik kita cuci rambutnya, setelah itu baru kita potong" jelas Faiz "Sekarang kita cuci rambut kamu dulu ya?" ajak Faiz pada Aliya, Aliya kemudian menganggukan kepala dan berdiri dari kursinya kemudian mengikuti Faiz.

Aku mengambil posisi di belakang Aliya, Kuputar keran air perlahan,  Air mulai mengalir melewati rambut Aliya yang tebal, membuat helaian rambutnya tampak semakin mengilap. Faiz berdiri di samping, memantau dengan serius sambil sesekali memberiku instruksi "Pastikan airnya merata, jangan sampai ada bagian yang masih kering," kata Faiz pelan. Aku mengikuti arahannya, sambil sesekali menyisir rambut Aliya dengan jari-jariku, memastikan semuanya benar-benar basah.

Aliya tampak menikmati prosesnya, matanya terpejam sambil tersenyum tipis, sepertinya ia merasa rileks. Setelah rambut Aliya basah sempurna, aku menuangkan sedikit sampo ke telapak tanganku, kemudian mulai memijat kulit kepalanya dengan lembut. Aroma sampo yang harum memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang menenangkan.

Proses mencuci rambut selesai, dan aku segera membilasnya dengan hati-hati, memastikan tidak ada sampo yang tertinggal. Setelah itu, aku membungkus rambut Aliya dengan handuk dan membawanya kembali ke kursi. Faiz membantu mengatur posisi Aliya agar ia duduk dengan nyaman, lalu aku mulai menyisir rambutnya yang masih lembap, mengikuti arahan Faiz untuk membuatnya lebih mudah dipotong.

"Sekarang, sebelum mulai potong, pastikan rambutnya udah disisir rapi, nggak ada yang kusut. Terus, perhatiin garis potongannya biar nggak miring," kata Faiz sambil menunjukkan teknik dasar menggunakan sisir dan gunting.

Aku mengangguk, Setelah semuanya siap, aku mulai mengangkat sebagian rambut Aliya, merapikannya agar tidak ada helai yang terlewat. Dengan hati-hati, aku akan memotong sedikit demi sedikit, mengikuti panjang yang diinginkan Aliya, yaitu sebatas dada. 

"Krees!... Krees!,... Krees!.."

suara renyah rambut Aliya yang mulai kupotong terdengar di ruangan yang sepi, Aliya menutup mulutnya dengan muka terkejut, masih belum bisa menerima kenyataan bahwa rambutnya yang panjang dan indah telah kupotong, aku terus memotongnya.

"Krees!,... Krees!,... Craak!" selesai sudah aku memotongnya, susah sekali karena terlalu tebal, kali ini Rambut Aliya tinggal sedada "Sisanya biar aku yang lanjutin" Kata Faiz.

Setelah beberapa menit, Faiz akhirnya menyelesaikan potongan terakhir. Aku menyisir lagi rambut Aliya, memastikan semuanya tampak rapi dan seimbang. Aliya melihat ke cermin besar di hadapannya, matanya berbinar melihat hasilnya. Rambut panjangnya yang dulu hampir sepinggang kini menjadi lebih pendek, sebatas dada, dengan potongan yang rapi dan terlihat segar.

sisa potongan Rambut Aliya


"Bagus nggak, Aliya?" tanyaku, menunggu reaksinya, Aliya tersenyum lebar, matanya berbinar. "Bagus banget, Kak! Lebih rapi, tapi masih panjang. Makasih, Kak Andi, Kak Faiz!" katanya sambil mengelus elus rambutnya "Habis ini Aku bisa cerita ke teman-teman, bilang Kak Andi sama Kak Faiz potong rambut Aliya, jadi model pertama nih!" kataku sambil tertawa.

Aku dan Faiz hanya tersenyum mendengarnya, kemudian Aliya mengikat rambutnya dan memakai hijabnya kembali "Daah kak, Aku pulang ya, Assalamualaikum" katanya sambil berlari pulang.

"Gak buruk juga" kata Faiz, aku menoleh bingung "Dia lupa soal kalau kamu bakal bayar dia, ahahaha" kata Faiz sambil tertawa, aku langsung kaget "Lah, iya juga, yaudahlah nanti aja pas pulang aku kasih" jawabku "Nah, sekarang gimana? jadi buka?" tanya Faiz.

"Pasti lah, masa nggak?" jawabku.


Comments

Popular posts from this blog

(Part1) RAMBUT PANJANG BUNDA: PEMICU HAIRFETISH DALAM DIRIKU

(Part 3) Pengalaman Hairplay dan memotong Rambut panjang guru Bahasa indonesia

(Part 10) Santriwati Pondok AZ-ZAHRA