(Part 16) Potong rambut 2 Santriwati
"Mau apa?" tanyanya khawatir "Jangan panik dong, aku gak bakal ngelecehin kamu kok" jawabku "Aku tau kamu gak akan ngelecehin aku, tapi ini semua buat apa?" tanyanya, kemudian aku kebelakang sarah dan menyikapkan sebagian hijabnya "Buat tes rambut panjangmu yang wangi ini" kataku sambil menyingkapkan hijabnya.
Sarah langgsung menjerit "Ah! jangan Andi! Jangan! ini aurat, katanya kamu gak akan lakuin hal yang aneh aneh!" sambil mengeleng gelengkan kepalanya dengan cepat agar hijabnya turun kembali "maaf, tapi disini tertulis kesehatan rambut juga" kataku sambil memegang ikat rambutnya, kemudian aku menariknya sambil berjalan mundur pelan pelan sampai kepalanya tertarik kebelakang.
"Ah!... Aw!.. Aaaaaw!.... Aaahhhh! jangan! lepasiiiiiiiin!!" jeritnya kesakitan hingga kunciran rambutnya terlepas dan rambutnya tergerai.
"Maaf Sar, Aku gak tahan liat rambut kamu yang panjaaang banget" kataku "kan bisa tanya ke aku buat nanyain rambutku kayak gimana?!" katanya marah "Udah gak izin, narik narik lagi, sakit tau!" lanjutnya, aku hanya menghela nafas "Iya iya, maafin aku sebenernya aku suka banget sama rambut panjang perempuan, kalau liat, rasanya aku pengen megang" kataku "terus, kenapa kamu bisa tau rambut aku panjang?" tanyanya "Emmmh.... gini, sebenernyaaa....." kemudian aku bercerita tentang kejadian saat aku melihatnya dikamar mandi sambil melepas kain yang menutupi matanya "hmm, gitu ya" katanya sambil sedikit mendesah "Kamu gak nutup pintunya pas itu, jadinya keliatan" kataku "Itu sebenernya aku udah nutup pintunya, tapi gak ada kunci atau ganjelan buat nutup pintunya" katanya cepat "Yaudah kamu boleh tes rambut aku, cepet ya?" katanya.
![]() |
Sarah |
Aku terbangun dari tidurku dengan keringat, aku memimpikan hari itu, Sarah, aku ingat hari itu.
Sudah lama kami tidak lagi kontakan, tapi kalau dipikir pikir, harusnya sarah juga sudah lulus, mungkin aku bisa mengobrol dengannya lagi. Aku ingin sekali memainkan rambutnya sekali lagi, atau kalau bisa, aku akan mengambil rambutnya juga, hmm, kelihatannya seru.
Pagi pagi, aku ke tempat salonku, disana Faiz sudah ada dan sedang meng creambath siswi SMP yang sengaja datang pagi pagi sebelum sekolah karena ada acara Nari disekolahnya.
"Halo Iz, Assalamuaikum" sapaku saat masuk kedalam ruang potong rambut "Waalaikumsalam" jawab Faiz "Lama banget lu dateng, kemana aja sih?" tanyanya penasaran
"Yah, sorry sorry, Adik gua lama banget mandinya, jadinya gua telat" kataku.
Faiz hanya mengangguk sambil melanjutkan pekerjaannya, tangannya masih sibuk memijat kepala siswi SMP itu dengan lembut, Sekarang, dia sudah semakin ahli, dan salon kami semakin ramai dengan pelanggan, meskipun kebanyakan adalah anak-anak muda yang ingin Creambath atau Smoothing saja.
Aku segera meletakkan tasku dan bersiap-siap untuk memulai hari. Sambil menunggu giliran, aku duduk di kursi kosong sambil membuka HP ku. Pikiran tentang Sarah masih terngiang-ngiang di kepalaku. Rambut panjangnya yang hitam, lembut, dan wangi itu selalu menjadi salah satu hal yang paling aku ingat. Aku membuka aplikasi pesan, mencari nama Sarah di daftar kontakku yang sudah lama tidak tersentuh.
"Apakah ini waktu yang tepat untuk menghubunginya?" pikirku. Tapi entah kenapa, ada dorongan yang kuat untuk mencoba menjalin komunikasi lagi.
Faiz, yang sudah selesai dengan pelanggannya, menghampiriku dan duduk di sebelahku. "Kenapa lu kayak orang linglung gitu, Di? Ada masalah?" tanyanya "Gua cuma mikirin Sarah," jawabku jujur, Faiz mengerutkan dahi, penasaran. "Sarah yang dulu itu? Yang rambut panjang? Lama banget nggak kedengeran kabarnya" Aku mengangguk, waktu itu aku pernah cerita padanya "Iya, itu dia. Terakhir ketemu pas kejadian waktu itu. Gua malah mimpiin dia semalam."
Faiz tertawa kecil. "Ah, lu emang nggak pernah bisa jauh-jauh dari rambut panjang ya, hahaha " Aku ikut tertawa "Iya, tapi gua ngerasa nggak enak juga kalau tiba-tiba gua hubungin dia lagi. Takut dia marah atau males ngeladenin gua."
Faiz memandangku serius. "Ya, lu harus hati-hati, Di. Jangan sampai kesalahan masa lalu kebawa lagi. Tapi kalau lu mau baikin hubungan, ya gapapa, coba aja, siapa tau dia juga udah nggak masalah" Kata kata Faiz membuatku yakin untuk mencoba menghubungi Sarah. Aku menghela napas dalam-dalam, lalu mengetik pesan singkat:
“Assalamualaikum Sarah. Gimana kabarnya? Lama nggak ngobrol. Mau telfonan kalau ada waktu?”
Aku menekan tombol kirim, lalu menunggu sambil berdebar. Pikiranku berputar-putar, membayangkan berbagai respon yang mungkin akan datang. Entah dia akan membalas dengan ramah, marah, atau mungkin tidak membalas sama sekali, aku mencoba mengalihkan perhatian dengan melayani pelanggan yang mulai berdatangan, meski hanya ibu-ibu yang ingin sekadar merapikan poni atau trim, Tapi setiap kali ada jeda, aku akan melirik ponselku, berharap ada notifikasi dari Sarah.
Beberapa menit berlalu, dan saat aku sedang istirahat makan siang bersama Faiz, ponselku akhirnya bergetar. Ada telfon dari Sarah.
“Assalamualaikum Andi. Kabar baik. Kamu apa kabar? Udah lama banget ya, hehe. Apa yang bikin kamu tiba-tiba inget aku?” aku tersenyum membaca balasan itu. Nadanya tidak menunjukkan kemarahan, malah terlihat santai dan ramah. Aku merasa sedikit lega, dan obrolan pun berlanjut, Sarah bercerita bahwa dia sekarang berkhidmat di pesantrennya selama setahun untuk kelulusan.
Tanpa sadar, kami berdua membicarakan hal-hal kecil yang dulu selalu jadi topik obrolan "Aku sebenarnya juga kangen ngobrol sama kamu, Andi. Rambutku sekarang malah lebih panjang lagi, lho. Mungkin nanti kalau sempat, aku mampir ke rumah kamu ya," kata Sarah.
Hatiku langsung berdebar. Pikiran tentang rambut panjang Sarah yang dulu kupotong hingga menjadi sepinggang, kini mungkin lebih panjang lagi, membuatku tak sabar untuk bertemu dengannya. Aku membalasnya dengan antusias "Kapan pun kamu mau, Sar. Aku jadi pengen liat rambut kamu lagi Biar nostalgia, hehehe"
"Haha, boleh deh, udah dulu yah, aku mau lanjut kerja" kata Sarah "Assalamuaikum" katanya sebagai penutup pembicaraan "Waalaikumsalam" jawabku 'Tuut!' telopon ditutup oleh Sarah.
*****
"Oi, Di" panggil Faiz padaku yang sedang minum air di dapur "Apa?" jawabku sambil menengok jam di dinding, sudah jam 10 lebih, harusnya kami sudah pulang, tapi nantilah, sekarang santai dulu "Apa Iz? kamu manggil kan?" tanyaku penasaran sambil berjalan ke ruang resepsionis.
"Kapan Sarah bakal dateng?" tanyanya sambil membalikan papan OPEN menjadi CLOSE di pintu kaca "Gak tau, katanya nanti kalau ada kesempatan dia bakal dateng" jawabku sekenannya "Waktu lu dapet potongan rambutnya Sarah itu gimana caranya?" tanya Faiz penasaran "Waktu itu gue lagi hoki, dia yang ngasih sendiri ke aku buat permintaan maaf" jawabku "Kenapa? lu mau rambutnya ya?" tanyaku menyelidik.
"Iya dong, masa nggak sih" jawabnya dengan nada menantang "Banyak loh hairfetish kayak kita suka sama rambut Santriwati" lanjutnya lagi "Tapi santriwati itu katanya rambutnya banyak yang pendek karena dipesantren gak keurus" Kataku "Mari kita lihat faktanya Di, bukan Katanya" jawab Faiz sambil terkekeh 'Sial terus terang sekali' kataku dalam hati "Yah, gue memang gak punya banyak buktinya tentang rambut santriwati yang pendek pendek, tapi kata Sarah, semua santriwati disana dikasih vitamin rambut dan smooting sebulan sekali buat kesehatan rambut mereka, karena ada yang bilang memanjangkan Rambut bagi perempuan adalah sunnah" jelasku panjang lebar.
"Nah kan" kata Faiz mendesakku "Heh! gak semua pesantren wanita ada yang gitu tau, apalagi pesantren tradisional" kataku membela diri "Ahahahaha, udah ah, kok malah debat sih, gua kan cuma nanya Di" kata Faiz menertawaiku, aku hanya menghela nafas "Dah ah, kita pulang, dah malam juga" kataku "Sok aja Di, gua masih mau disini" katanya.
*****
Di rumah, aku membuka kotak kecil dimana aku menyimpan rambut Sarah, Aku mengambilnya dan mengukurnya dengan penggaris "48 cm" Kataku tidak percaya, panjang juga, kemudian aku melanjutkannya dengan mengambil kantong kresek berisi Rambut Bu Nur, ku ukur juga rambutnya, panjangnya 70 cm, waktu itu kupotong ketika rambut Bu Nur panjang sampai pahanya, kemudian aku juga mengukur rambut Siti, Anisa, Rita dan Sheila, panjangnya Sheila 40 cm, Anisa 38 cm, Rita 50 cm, dan Siti 43 cm.
"Wah, lumayan seru juga ngukur rambut rambut ini" kataku pada diri sendiri, Sarah, bagaimana ya? sudah dua tahun berlalu, kalau waktu itu rambutnya sepaha dan ia memotong rambutnya sampai pinggangnya sabagai hadiah dan permintaan maaf untukku karena telah mempermainkannya (Kayaknya aku yang lebih bersalah sih) mungkin sekarang sudah hampir sampai betis jika dihitung hitung, begitu pikirku hingga aku jatuh tertidur tanpa sadar.
*****
Sementara itu, di Tempat salon.
Faiz sedang duduk di teras sambil memakan nasi goreng yang dibelinya 5 menit yang lalu, ia sedang berkhayal tentang wanita yang berambut panjang dan bermimpi membotaki mereka, tiba tiba, Faiz terpikirkan rencana yang diluar nalar, ia ingin mendapatkan rambut para wanita dengan cara apapun.
Faiz hanya tersenyum jahat memikirkan ide yang menurutnya brilian itu, ia kemudian masuk kedalam dan mengambil tas kecilnya, kemudian ia memasukan gunting, sisir, alat cukur, tali, dan lainnya, kemudian keluar dan mengunci pintu.
"Maaf Andi, besok gua gak bisa bantu lu buat ngurus salon kita" bisiknya, kemudian ia menaiki motornya dan pergi.
*****
Besoknya, aku datang lebih pagi, aku kemudian membuka kunci dan membukanya, aku merasa heran, kenapa Faiz tidak ada disini? biasanya ia sedang main game sebelum membuka salon, tapi aku hanya memikirkan sesuatu yang baik baik saja dan bersiap menjalankan salon.
Jam 1 siang, Salon tetap sepi, Faiz masih belum datang dan bilang kalau ia sebentar lagi datang, hanya ada satu ibu ibu yang ingin pijat kepala saja tadi pagi, tapi tiba tiba, ada seseorang yang datang mengejutkanku.
Sarah!
Aku sontak berdiri dan menyambutnya diluar “Sar, Assalamualaikum!” sapaku dengan senyum lebar, berusaha menutupi rasa kaget sekaligus senang yang tiba-tiba muncul. Sarah membalas salamku dengan senyum kecil di wajahnya “Waalaikumsalam, Andi. Maaf ya, aku datang mendadak. Kamu nggak sibuk, kan?” tanyanya sambil melirik ke dalam salon yang terlihat sepi “Enggak kok, sepi hari ini. aku malah seneng kamu dateng,” jawabku sambil mempersilakannya masuk. Aku berusaha untuk tetap tenang, meskipun jantungku berdebar-debar melihat Sarah lagi setelah sekian lama.
Kami duduk di salah satu kursi salon, kemudian aku melirik gelungan rambutnya yang terlihat besar dibalik hijabnya, aku ingin memintanya membuka hijabnya, tapi sebelum aku sempat memintanya, Sarah tiba tiba memanggil seseorang dari luar.
"Nis, sini masuk!" teriaknya, kemudian aku melirik kearah pintu dan melihat kepala yang mengintip, kemudian ia masuk dengan malu malu. "Kenalin nih, namanya Nissa, dia sahabat aku" kata Sarah memperkenalkannya, aku hanya mengangguk dan memperkenalkan diri.
Kemudian, Sarah memandangiku yang langsung diam setelah berkenalan, kemudian Sarah menegurku "Eh, Andi kok diem aja, kamu pasti lagi mikirin rambut aku kan?" tanyanya, aku terkejut, kemudian aku mengangguk pelan, kemudian Sarah tertawa.
Setelah tertawa, Sarah membuka hijabnya dengan hati-hati, memperlihatkan rambut hitam legamnya yang lebih panjang dari sebelumnya. Ia menggerai rambutnya yang panjang hingga kaki kursi, mengkilap dan sangat terawat. Aku hampir terpesona, namun aku berusaha mengendalikan diri. “Rambut kamu tambah panjang ya,” komentarku pelan.
Sarah tersenyum sambil merapikan rambutnya dengan jari. “Iya, aku jarang potong. Di pesantren malah makin dirawat karena katanya sunnah buat perempuan punya rambut panjang dan sehat,” jelasnya sambil membuka Hijabnya "Nissa, coba kamu buka hijab kamu" kata Sarah "Katanya kamu mau potong kan?" lanjutnya.
Aku terkejut mendengarnya, kemudian Nissa memanggilku "Andi, kalau rambut aku kayak gini bagusnya dibuat gaya apa?" tanyanya sambil berdiri kemudian membelakangi aku dan Sarah, lalu melepas hijabnya dan membongkar kondenya, Rambutnya tergerai sampai pahanya, namun agak rusak dan banyak cabangnya.
Sambil menahan air liur yang ingin menetes rasanya, aku bangkit dari kursi dan memegang rambutnya, tebal, wangi tapi agak rusak "Rambut aku rusak, jadi aku pengen potong aja" Kata Nissa "Ah kalau gitu ayo ke ruang sebelah buat potong rambut" kataku, kemudian aku masuk ke ruangan sebelah kanan resepsionis, Nissa dan Sara mengikutiku.
"Nah, sini Nis, duduk disini" kataku sambil meminta duduk di kursi dengan cermin didepannya, kemudian Nissa duduk disitu, Sarah juga duduk di kursi sebelahnya "Eh, kamu juga mau potong Rambut?" tanyaku terkejut "Nggak, aku mau liat aja dulu" kata Sarah sambil tersenyum.
Kemudian aku mengambil gunting dan sisir, lalu menyisir rambutnya yang tergerai, agak susah menyisirnya karena kusut, sesekali Nissa meringis pelan "Makanya, kalau rawat rambut tuh yang bener, jangan asal panjangin aja" kata Sarah sambil tertawa "Ih, apaan sih" jawab Nissa sambil cemberut "mau segimana dipotongnya" tanyaku sambil menyisir rambutnya dengan gunting "Sebahu aja" jawabnya pendek, aku terkejut "yakin? rambut sepanjang ini mau dipotong sependek itu?" tanyaku memastikan "Yakin" jawabnya, kemudian aku menghela nafas, aku merasa sedih jika perempuan dengan rambut panjang ingin potong rambut, tapi disatu sisi, aku juga senang karena bisa memotong rambutnya, yang mana yang benar nih?
kemudian aku mengikat rambutnya, mengira ngira agar bisa dipotong sebahu, kemudian...
"Krees!... Krees!...Krees!"
Renyah sekali rambut tebal dan Panjang Anisa itu terpotong sedikit demi sedikit, Aku jadi sedikit merasa bergairah memotongnya, sementara Anisa hanya tersenyum rambutnya dipotong, kelihatannya ia tidak lagi peduli dengan rambutnya yang panjang itu.
Selesai terpotong, aku merapihkan sisanya yang masih panjang sebelah, kemudian beberapa menit kemudian, aku membawa Anisa mencuci rambutnya, dan kemudian mengeringkannya, dan selesai.
"Waah, boleh juga kamu Andi" puji Anisa sambil melihat rambutnya yang awalnya sepaha menjadi sebahu, aku hanya mengiyakan sambil melirik Sarah yang fokus pada layar HP tanpa sadar kalau Anisa sudah selesai potong rambutnya.
Aku mendekati Sarah, Rambutnya yang awalnya ia gerai sudah ia gelung lagi, dan ditutup kembali dengan hijabnya, aku langsung iseng iseng menyentuh dan meremas gelungannya itu 'sreek, sreek' terdengar suara renyah karena rambut yang diikat padat jadi bergesekan karena diremas remas, Sarah terkejut melihat perlakuanku, kemudian menoleh dengan cepat "Ih, ngapain sih Andi?" tanyanya sedikit kesal"
"Oh, bukan apa apa" kataku sambil tersenyum dengan wajah tak berdosa "gak apa apa kan?" tanyaku lagi "Ya... gak apa apa sih, hehe" jawabnya "Sar" tanyaku lagi.
"apa?" tanya sarah "Boleh gak aku potong rambut kamu?" tanyaku sambil memperlihatkan Rambut Anisa yang sudah dipotong, Sarah melihatnya dari cermin.
Sarah menatap rambut Anisa yang panjang itu kini ada di tanganku, Tatapannya berubah menjadi serius, seolah-olah mempertimbangkan sesuatu yang berat. Aku tahu permintaanku mungkin terdengar tiba-tiba, tapi entah kenapa aku sangat ingin memotong rambut Sarah lagi. Mungkin ini adalah caraku merasakan kedekatan yang dulu pernah kami miliki, atau sekadar menyalurkan Fetishku terhadap rambut panjang.
Sarah terdiam beberapa saat, lalu menghela napas panjang. "Rambut aku ini udah panjang banget lho. Aku nggak tahu apa aku mau potong atau nggak," katanya dengan nada ragu. Aku bisa merasakan ada pergulatan dalam dirinya. "Kalau nggak mau, nggak apa-apa. Aku cuma nanya aja," kataku sambil mencoba tampak santai meski dalam hati sangat berharap.
Nissa ikut meyakinkan Sarah. "Ayolah, Sar. Sekali-sekali. Kamu juga udah lama kan nggak potong? Lagian, nanti juga bisa panjang lagi," katanya sambil mengelus ujung rambut barunya yang kini lebih ringan.
Sarah terlihat bimbang. "Ya, tapi aku sayang sama rambut aku... Gimana ya?" Ia menatapku, mungkin mencari dorongan. Aku hanya tersenyum dan berkata, "Apa aja keputusan kamu, aku pasti dukung, kok. Tapi, kalau kamu mau, aku janji bakal potong yang terbaik. Sesuai yang kamu mau."
Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa lama, Sarah menatap cermin besar di depannya. "Oke, tapi cuma sedikit aja ya, Andi. Aku cuma mau ngerapihin ujung-ujungnya. Jangan terlalu pendek, ya," katanya akhirnya.
Aku mengangguk dengan semangat. "Oke Sar, Aku janji gak akan motong terlalu banyak," kataku sambil menyiapkan gunting dan sisir. Sarah sudah siap di kursi, dan perlahan melepas hijab dan menguraikan gelungan rambutnya lagi. Kali ini, aku lebih hati-hati, memegang ujung rambutnya yang begitu panjang dan tebal.
![]() |
Sebelum rambut Sarah dipotong (Ilustrasi) |
Kemudian aku menyisir rambutnya dan kemudian mengambil semprotair untuk membasahi rambutnya, kemudian aku berjongkok dan menyempotkan air ke ujung rambut Sarah.
"Cpraat!.. Cpraat!" air muncrat ke rambut sarah bersamaan dengan keluarnya air mani di celanaku (Ketika nulis adegan ini, hal yang sama juga terjadi pada penulis (-_-II)), sial, aku terlalu tegang, memotong rambut santriwati adalah keinginanku dari dulu, aku sebenarnya ingin memotong semuanya, mengambil semuanya sampai menyisakan sebahu saja, aku kemudian memutuskan bangkit dan berbicara lebih lanjut pada Sarah, Tapi belum sempat aku berdiri untuk mengatakan keinginanku, Sarah langsung berbicara.
"Andi, kayaknya, kamu mau potong rambut aku sampai kayak Nissa ya?" tanyanya tiba tiba, Aku terkejut mendengarnya, kemudian menjawab dengan sedikit gagap "Y... Ya, begitulah" jawabku.
Sarah menghela nafas "Kalau gitu, Potong!" katanya dengan nada pasrah, Aku bingung dengan perkataannya, potong sebahu nih maksudnya? atau gimana?
"Potong apa?" tanyaku "Potong aja rambut aku, sampai sebahu kayak Nissa" katanya, aku terkejut, namun aku juga senang "Yakin nih? beneran?" tanyaku lagi memastikan sambil berdiri kembali "Iya, beneran, Cepetan dong atau aku nanti keburu berubah pikiran" serunya cepat.
![]() |
Rambut Sarah yang sudah diolah menjadi rambut sambung |
Kemudian aku mengikat Rambut Sarah, kemudian aku menempelkan guntingku ke rambutnya, siap memotongnya kapan saja, aku menatap Sarah sejenak, memastikan dia tidak akan berubah pikiran. Jantungku berdebar kencang, ini adalah momen yang sudah lama aku impikan, tapi tetap saja ada keraguan. Meskipun Sarah sudah mengiyakan, aku tetap khawatir dia akan menyesal nanti. Namun, melihat kesungguhannya, aku akhirnya memutuskan untuk melanjutkan.
"Gak apa-apa ya, Sar?" tanyaku sekali lagi, hanya untuk memastikan. Sarah mengangguk sambil tersenyum tipis, meski matanya berkaca kaca, terlihat tidak begitu rela.
Aku mengambil napas dalam-dalam dan mulai memotong, gunting berdesing pelan, memotong helaian rambut panjang Sarah satu persatu. "Krees!... Krees!.... Krees!" Renyah sekali, Sarah hanya memejamkan matanya, entah menikmati suara rambutnya yang dipotong terdengar seperti ASMR, atau ia sedih mengetahui rambutnya dipotong pendek setelah susah payah dipanjangkannya.
"Krees!… Krees!…" setengah rambut Sarah sudah terpotong. Helai demi helai tergerai ke bahunya, Sarah menutup matanya lagi setelah mengetahui rambutnya telah dipotong setengahnya, kali ini air matanya mengalir di pipinya, tapi Aku terus memotong dengan hati-hati, memastikan hasilnya rapi dan sesuai dengan yang Sarah inginkan.
Sesekali, Sarah membuka mata dan melihat ke cermin. Ekspresinya campur aduk—antara kaget, senang, dan sedih. Nissa yang dari tadi hanya diam memperhatikan, kini tersenyum lebar. "Wah, Sarah! Kamu jadi kelihatan lebih fresh!" serunya.
Aku merapikan potongan terakhir, memastikan ujung-ujungnya rata. Rambut Sarah kini sudah sebahu, jauh lebih pendek dari sebelumnya, tapi tetap indah. Aku menatap hasilnya dengan puas. Sarah terlihat berbeda, tapi dalam cara yang baik—lebih segar dan berani.
Sarah meraba rambutnya yang baru, seakan tidak percaya. "Ya Allah… beneran, udah pendek aja," gumamnya pelan. Namun, ada senyuman kecil di wajahnya, tapi aku tahu dia sedikit menyesal.
"Gimana? Suka nggak?" tanyaku dengan harap-harap cemas.
Sarah mengangguk pelan sambil menghapus bekas air matanya yang tadi mengalir di pipinya "Suka sih… kayaknya. Aneh aja, rasanya beda," katanya sambil tersenyum. "Tapi ya, ini pilihan aku. Makasih ya, Andi."
Aku tersenyum lega. "Sama-sama, Sar" jawabku, kemudian aku lanjut merapihkan rambutnya.
Jam 5 sore, akhirnya selesai juga, Kali ini mereka akan pulang kembali ke pesantren, aku mengantar mereka ke luar untuk menunggu taksi online selama 5 menit, dan saat berpamitan, mereka ingin membayarku karena memotong rambut mereka, tapi aku menolaknya.
"Gak usah, aku udah puas sama motongin rambut kalian, jadi gak usah bayar, aku ikhlas" kataku "Yakin nih Di?" tanya Sarah, aku mengangguk "Oke deh kalau gitu, makasih ya Andi" katanya sambil tersenyum lembut "Aku juga berterima kasih sama kamu, karena udah rela kehilangan rambuut panjang yang kamu sanyangi ini" jawabku sambi mengangkat Rambut sarah yang panjangnya sekitar satu meter.
"Gak apa apa kok, karena, ada yang lebih aku sayangi dari pada rambutku" jawabnya, aku memasang muka kebingungan, apa yang dia sayangi? tanyaku dalam hati "ah, udah ah, kamu gak usah tau, nanti juga kamu tau sendiri kok" katanya sambil tertawa melihat mukaku yang ingin bertanya, aku cemberut "Yaudah deh" jawabku lesu "Sampai nanti ya" kataku "Jangan lupa bawa temen temen kamu yang..." belum beres aku berbicara, Sarah menyelaku "Iya iya, aku tau, yang panjang panjang kan? tenang aja, malah mungkin aku yang bawa kamu kesana, panenin semu rambut santriwati disana tuh" katanya sambil tertawa, aku jadi terangsang.
"Yah, aku pergi dulu ya, assalamualaikum" katanya sambil masuk ke dalam taksi, kemudian taksi itu berlalu pergi "Waalaikumsalam" jawabku sambil teriak sedikit.
aku masuk kembali kedalam, sedetik kemudian aku melompat lompat kegirangan selama 5 menit, "Impianku! akhirnya impianku menjadi kenyataan!" kataku sambil menggenggam rambut Sarah dan Nissa.
"Ah, omong omong, aku harus ganti celana, dan kemana si Faiz, dia belum balik balik" kataku sambil celengak celinguk, kemudian aku masuk ke ruangan kecil, dan menggantung rambut Nissa di gantungan yang aku pasang, Rambut Sarah aku bawa kerumah nanti.
Saat melewati tempat Sarah dipotong rambutnya, aku melihat secarik kertas kecil, aku mengambilnya dan melihat ada tulisan berbahasa arab disana.
شكرًا لك على قص شعري، لدي شعور واحد لم أعبر عنه منذ أن غسلت شعري في منزلك، أحبك يا آندي
سارة.
shukran lak ilaa qasi shiri, ladaya shuur wahid lam 'ubir anh mundh 'an ghasalat shari fi manzilika, 'ahibuk ya andi
sarah.
Aku tercengang, apa maksudnya ini, sampai aku mencari artinya di translate, dan setelah aku menemukannya, aku langsung tersenyum dan sedikit shock, namun aku tertawa dan memasukan kertas itu ke dalam saku bajuku, arti tulisan ini, belum ada satu orangpun yang pernah mengatakan ini padaku seumur hidupku...
*****
terima kasih telah memotong rambutku, aku punya satu perasaan yang belum kusampaikan sejak kamu mencuci rambutku di rumahmu,... aku mencintaimu, Andi
Sarah...
*****
Lanjutkan bang
ReplyDelete