(Part 21) Adikku memancing dibotaki

 Ketika maghrib dia pulang, Aku pun melihatnya masuk ke kamar dengan lesu, dengan sedikit harapan aku pun mengikutinya masuk ke kamar dan bertanya "gimana has? menang gk? kalau kamu menang besok aja ke mallnya ya, udah mau malam" Kemudian dengan singkat dia menjawab " Aduh, tadi aku benar 8 dari 10 soal, harusnya aku juara 3 tapi karena yang juara 3 nyerahin duluan jawabannya aku kalah deh..." ujarnya dengan lesu, dengan Wajah yang cerah aku pun mengingatkannya "nah, masih ingat kan kemarin perjanjian kita?" Tanpa berkata apa apa dia berbalik badan ke belakang dan menyingkapkan bagian belakang jilbabnya sehingga terlihatlah rambutnya yang di Ponytail dan sangat tebal " Iya deh a, tapi jangan dipotong ya?" aku pun menyuruhnya duduk di kursi yang ada dikamar, Setelah itu aku pun menarik ikat Rambutnya dan tergerailah rambutnya.

Aku pun mengambil sisir dan menyisirnya, Rambutnya yang sedada itu sangat menggodaku, aku kemudian mengikat rambutnya lagi dan menariknya lagi, "Udah belum a?" tanyanya. Kemudian aku menjawab "Baru permulaan, nah sekarang coba kamu telungkup dikasur ya" "buat apa?" tanyanya heran. "udah jangan banyak tanya, lakuin aja" kataku, kemudian dia telungkup di kasur dan kugerai rambutnya.

itu cerita 5 tahun yang lalu...
rambut Hasna 5 tahun lalu

*****

Aku menatap Hasna yang sedang makan nasi goreng di meja makan, aku meliaht rambutnya yang sudah ia panjangkan yang sekarang dibiarkan tergerai sampai pantatnya.

Aku tidak lapar, tapi kadang telat makan membuatku sakit, jadi, mau tak mau, aku harus makan juga, kemudian aku berjalan dari kamar ke dapur, dan melihat Bu Cucu sedang masak nasi goreng.

"Oh, Andi, mau makan?" tawarnya sebagai ucapan selamat pagi, aku hanya mengangguk sambil mengisi gelasku dengan air "bentar ya, Masih dimasak, Hasna tadi ngambilnya banyak banget, katanya tadi malam dia gak makan" katanya sambil terus memasak, yah, Hasna memang begitu, suka malas makan tapi kalau lapar pasti porsi makan satu keluarga bisa dia habiskan, meski itu tidak membuatnya menjadi gemuk.

"Ayah kemana? keluar lagi?" tanyaku, dari shubuh aku belum melihatnya "udah berangkat ke Jakarta, terus juga bakal nginep 3 hari" Jawab Bu Cucu 'lagi? padahal baru 2 hari lalu dia pulang dari Swedia, sekarang kerja lagi' batinku memikirkan Ayah yang seperti tidak lelah, meski cuma tidur sejam, tapi ketika bangun energinya kembali penuh seperti orang yang bangun setelah tidur selama 8 jam.

Singkat cerita, aku pun makan di meja makan setelah Hasna selesai makan, tapi Hasna belum pergi dari meja makan, dia tetap duduk di kursi sambil bercermin, aku yang melihatnya hanya diam saja, entah kenapa cewek suka dan sering sekali bercermin, padahal di wajahnya tidak ada apa apa.

Hasna mulai sadar kalau aku dari tadi menatapnya dengan tatapan datar "Kenapa?" tanyanya dengan muka heran, aku cuma menggeleng "Nggak apa apa" jawabku singkat sambil melanjutkan makan "ah, masa sih?" tanya Hasna lagi "Pasti mikirin yang nggak nggak tentang aku" tuduhnya, aku hampir tersedak mendengarnya, buru buru kutelan nasi gorengku dan menjawab "kok suudzan sih?" tanyaku dengan nada ketus "Kalau mau ngaca, dikamar, bukan di meja makan, orang orang malah aneh liatnya" kataku mengutarakan maksud menatapnya tadi.

"Dih, emang gak boleh?" tanya Hasna tidak senang, aku menggelengkan kepala "Nggak boleh, sana ah, mau makan nih" kataku sambil mengibaskan tanganku, menyuruhnya pergi "Ih, yaudah yaudah, aku ke kamar deh" katanya kesal sambil pergi ke kamarnya di lantai dua, aku melihat Hasna yang menaiki tangga, rambutnya yang panjang itu berayun kesana kemari menggodaku, ah, ingin sekali rasanya memotong rambutnya, aku sudah punya banyak potongan rambut panjang dikamarku, tapi semua rambutnya jenisnya lurus dan ada yang sedikit bergelombang, ingin rasanya memiliki rambut ikal dan tebal seperti rambut Hasna.

*****

"Has, kalau bersih bersih, jangan kekamar aku" kataku sambil tiduran di sofa pada Hasna yang sedang menyapu, di rumah kami berdua mendapat tugas menyapu dua hari sekali meski ada Bu Cucu yang membantu rumah, hari ini giliran Hasna dan besok adalah giliranku, dan begitulah seterusnya.

"Emang kenapa gitu?" tanyanya yang sudah memegang gagang pintu kamarku "Ada aja, udah kamar aku biar aku yang beresin aja, ada sesuatu yang gak boleh kamu liat" kataku, karena sebetulnya ada potongan rambut Bu Aisyah di kasurku.

Hasna jadi tambah penasaran "Kalau aku masuk?" tantangnya, aku menatapnya tidak senang "Mau buat kesepakatan?" tanyaku, sebelah alis Hasna terangkat "Maksudnya?" tanya Hasna penasaran.

"Yah, kalau kamu masuk ke kamar aku, kamu bakal dapet hukuman, begitu juga sebaliknya" kataku, Hasna hanya mengangguk "oke deh, boleh, yang ngelanggar botak ya?" tantang Hasna, aku terlonjak mendengarnya "Eh, yang serius aja kamu" Kataku cepat, Hasna mengangguk "Iya, aku serius kok A" kata Hasna, kemudian ia memegang Rambutnya yang di ponytail "Meski aku udah manjangin rambut aku 4 tahun lamanya, aku gak akan ngelanggar, makanya aku berani ngajuin hukuman botak" jelasnya.

Aku berpikir sejenak, yah, berarti aku gak bisa masuk kamar Hasna lagi buat ngambil rambutnya yang rontok ataupun ikat rambutnya, kemudian aku setuju dan mengangguk "Deal ya?" tanya Hasna sambil menghampiriku, kemudian menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan denganku, aku menyambut tangannya dan bersalaman.

"Deal" kataku sepakat.

*****

Tapi, esok harinya, Hasna terlalu penasaran dengan sesuatu yang ada di kasurku yang tidak boleh dilihat Hasna.

Sore hari saat aku sedang tidak ada dirumah, hasna membuka pintu kamarku, dan ia melihat ada ember di samping kasurku, dengan heran ia berjalan kesana, dan ia melihat semakin jelas lagi bahwa ember itu ditutup oleh papan kayu kecil "ini apa? kok ditutup?" tanyanya sendiri, namun belum sempat ia mengangkat papan kayu itu, sebuah bentakan membuatnya terlonjak.

"Woi! ngapain masuk kamar orang sembarang?!" teriak suara itu.

Dengan takut takut, Hasna menoleh kebelakang, dan ia terkejut melihat bahwa akulah yang membentaknya tadi.

"Aa? udah pulang lagi? cepet amat?" tanyanya panik karena tertangkap basah "Mau ngambil dompet, ketinggalan" kataku sambil menghela nafas dan mengibaskan tanganku, menyuruhnya pergi.

"Keluar, keluar" kataku sambil mendorong hasna keluar, dalam kesempatan aku mendorong punggungnya keluar kamarku, aku meremas remas rambut tebal dan ikal Hasna yang dikuncir "Awas kalau kamu masuk ke kamar aku lagi, kamu beneran botak loh" ancamku sambil hendak menutup pintu, namun sebelum pintu ditutup Hasna menghentikan gerakanku dengan pertanyaan.

"A, dalam ember itu apa? kok ditutup segala?" tanyanya padaku "Bukan urusanmu" jawabku singkat "Ih, kok gitu sih?" kata Hasna pergi sambil menggerutu.

*****

Aku menutup pintu, dan menghela nafas sambil bersandar ke pintu "Fuhh,... aman, untung aja gak terlambat" kataku, aku tadi cukup panik, bagaimana jika Hasna melihat isi ember itu? aku kemudian berjalan ke ember itu, kemudian menatapnya beberapa saat sebelum aku berjongkok dan membuka papan kayu itu.

Ember itu berisi air berwarna putih dengan banyak busa, aku menjulurkan tanganku dan mengambil seikat Rambut, ember itu berisi rambut rambut koleksiku yang kurendam dengan Shamppo, aku biasa melakukannya agar rambut rambut ini tetap wangi dan terjaga.

setelah itu, aku mengeringkan Rambut Rambut itu dengan handuk secara hati hati agar tidak ada helaian yang terlepas dari ikat rambut itu, setelah selesai mengeringkan semuanya, aku menaruhnya di atas kasurku.

kemudian, aku membuka lemari yang jaraknya cuma 2 langkah dari tempatku jongkok tadi, lalu aku mengambil seutas tali rapia yang salah satu ujungnya ku solatip ke pintu lemari, kemudian, aku merentangkan tali itu sampai ke jendela, kemudian menempelkannya ke jendela, lalu aku kembali lagi membawa rambut rambut itu, dan menaruhnya di atas tali rapia itu untuk menjemurnya, aku kemudian menutup jendela dengan tirai agar siapapun yang masuk tidak akan melihatnya, untungnya langit juga sudah gelap, jadi pasti aman aman saja.

*****
Sementara itu, dikamar Hasna.
Hasna dengan heran menatap sesuatu yang dia pegang ditangannya, yaitu beberapa helai Rambut berwarna pirang diujungnya (Rambutnya Rita), yang sempat diambilnya saat memegang papan kayu yang menutupi ember itu.

"Apaan nih? rambutkah?" katanya sambil merentangkan helaian rambut itu "Ini bukan rambut aku ataupun rambut Bu Cucu, sapu dirumah ini juga semuanya warna hitam" gumamnya, kemudian, ia mencoba menciumnya, ia mencium sedikit harum harum yang wangi pada helaian rambut itu "ini bau shamppo" katanya terkejut.

"Masa sih Aa bawa perempuan ke kamarnya? tapi dia kan gak punya pacar, atau jangan jangan, dia motong rambut orang terus dikoleksi?" tebaknya, ia kemudian berpikir lagi, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencoba masuk ke kamarku lagi, meski tahu bahwa ancaman botak yang kuberikan tadi sudah bukan main main.

*****
"Aa?" tanya Hasna di luar kamarku, ia baru saja pulang sekolah, "Aa?" tanyanya lagi sambil mengetuk pintu, namun pintu kamarku tidak terbuka karena aku sebenarnya sedang ada di toilet dalam kamarku.

"Hm, aman kayaknya" kata Hasna sambil membuka pintu kamarku, aku yang ada di kamar mandi mendengar itu, aku terkejut dan menggelengkan kepalaku tidak percaya, namun sesaat kemudian aku tersenyum puas, aku menganggapnya sengaja untuk botak.

Hasna menengok kanan kiri, hingga ia melihat tirai jendela dan menemukan suatu bayangan yang terkena siluet matahari sore, Hasna menajamkan matanya, Bayangan itu terlihat seperti sesuatu yang panjang, seperti sesuatu yang tipis dan diikat menjadi satu. dan itu ada banyak.

Hasna melangkah pelan, dan menyibakan tirai itu, betapa terkejutnya dia melihat apa yang dia lihat, bahkan Hasna nyaris menjerit karena kaget, itu adalah rambut rambut yang kemarin kujemur, aku lupa menyimpannya kembali dalam lemari.

Aku memutuskan keluar unruk mengejutkannya, aku kemudian langsung membuka pintu kamar mandi, dan menyapanya.

"Hai, bagaimana? bagus kan apa yang kau lihat itu?" sapaku sambil tersenyum.

Jantung Hasna jumpalitan.

"Ke,.. kenapa..." suara Hasna terputus putus, ia tahu bahwa senyumku itu pura pura, ia tahu bahwa sebenarnya aku marah besar padanya yang telah melihat rahasia terbesarku, muka Hasna menjadi pucat karena tahu aku akan membuatnya menyongsong malapetaka.

"Kenapa aku ada disini?" tanyaku sambil berjalan menuju Hasna "Aku dari tadi di toilet" kataku "jadi,.. ini alasan kenapa Aa gak mau aku masuk ke kamar Aa? sampai buat kesepakatan?" tanyanya.
Aku mengangguk.

"Aku bilangin ayah lho" Hasna mencoba mengancamku, Aku menggeleng "Gak bisa, Ayah sebenarnya udah tau soal ini, dan kalaupun kamu kasih tau Ayah kalau kamu dibotakin aku, aku bisa berdalih kalau kita udah bikin kesepakatan, yang melanggar akan botak" kataku sambil mencengkram bahunya, kemudian sedikit kasar, aku mendorongnya ke kasur, Hasna langsung terduduk dikasur.

"Tunggu disitu, aku mau ambil Clipper, jangan coba coba kabur" kataku sambil keluar kamar dan mengunci pintu, lalu naik ke lantai 2 untuk mengambil Clipper, Hasna dengan panik mencoba membuka jendela untuk kabur.

"Jangan, aku harus kabur ke rumah temen aku buat sementara" katanya putus asa, Jendela kamarku sebenarnya sudah dipaku karena kamarku dulu pernah kemalingan, mengetahui itu, Hasna berjalan mundur.

Aku kemudian membuka pintu dan masuk ke kamar, membawa kresek dan gunting serta beberapa karet "Mau coba kabur has?" Tanyaku sambil memegang tangannya "Jangan A, maaf A, Jangan dong, plis, aku mau rambut aku panjang kayak bunda dulu" katanya dengan suara tercekat hampir nangis.

aku menggeleng "Nggak, kamu ngelanggar terus" Kataku tegas "Hari ini Rambut kamu bakal jadi koleksiku juga"

Aku membuka Hijab Hasna dengan paksa, dan langsung saja kepalanya memperlihatkan gelungan rambutnya yang besar, aku menyeret tangannya ke jendela dan mengikat kedua tangannya ke jari jari jendela agar tangannya tidak menggangu proses pembotakan rambutnya, lalu aku membongkar gelung rambutnya dan mengedepankan rambut ikalnya yang panjang itu ke depan mukanya, Hasna sudah menangis sambil terus terusan minta maaf.

ilustrasi

aku kemudian mengambil karet dari sakuku, kemudian mengikat rambutnya menjadi tiga bagian "Diam dong" kataku pada Hasna yang menangis cukup keras, Kenapa Bu Cucu tidak datang menolong Hasna? karena ia tahu bahwa ini kesepakatan yang pernah dibuat oleh kami, aku sudah mengingatkan Bu Cucu untuk tidak membantunya, dan Bu Cucu menyanggupi itu.

Setelah selesai, aku berkata kepada Hasna soal kesepakatan itu, setelah beberapa lama aku meyakinkannya, akhirnya Hasna diam meski masih menangis walau tidak sekeras yang tadi, setelah itu aku berjalan ke meja belajarku dan membuka lacinya, lalu mengeluarkan gunting dan sisir dari laci itu, kemudian kembali ke Hasna.

Aku tanpa basa basi langsung mengambil seikat rambutnya untuk dipotong, mulai dari kiri, saat menempelkan gunting ke rambutnya, Hasna menggeleng geleng lemah "Jangan... Jangan..." bisiknya mengiba, tapi mendengar itu, aku jadi semakin senang, entah kenapa aku suka sekali melihat ekspresi wanita yang sedih ketika rambutnya dipotong. tapi aku membalas kata kata Hasna itu dengan menggeleng juga.

"Nggak, Has, Maaf ya" kataku, kemudian aku menekan guntingku.

"Krees... Krees.... Kreees" Rambut Hasna mulai terpotong.

"ah, Hah, Ja,... Jangaaan! Aaaah!" desah Hasna sambil melihat Rambutnya dipotong dengan mata berkaca kaca, tapi aku terus memotongnya "kreees!.... Kreees!.... Kreees!" hingga akhirnya Rambut Hasna bagian kanan terpotong.

Aku menaruh rambutnya diatas meja, Hasna menatap rambutnya yang terpotong itu dengan tatapan menderita, kini, aku melanjutkan memotong rambutnya yang ditengah "Krees!... Krees!" rambutnya mulai terpotong, Hasna sekarang hanya bisa memejamkan matanya yang berlinang air mata terus terusan seperti sungai.

Ditengah kesibukan memotong rambut Hasna, aku mendengar suara langkah kaki menuruni tangga, aku langsung tahu itu Bu Cucu, aku takut jika ia menemukanku sedang memotong Rambut Hasna dengan cara yang parah, maka aku berhenti sejenak memotong rambut Hasna dan kemudian membuka tali yang mengikat tangan hasna ke jari jari jendela "Yah, kurasa kamu gak butuh ini lagi" kataku ketika Hasna menatap bingung aku yang sedang melepas ikatannya, namun ketika Hasna kembali menatap rambutnya yang setengah terpotong dengan gunting yang sengaja kusangkutkan disana, hasna kembali menangis.

Pintu kamar dibuka pelan pelan, Kemudian masuklah Bu Cucu ke kamar dan melihat Hasna yang rambutnya kacau, Bu Cucu langsung menutup mulutnya karena shock dan menangis, aku menyingkir sementara ketika Bu Cucu menghampiri Hasna.

"Kan udah ibu bilangin jangan coba coba!" Kata Bu Cucu sedikit menaikan nada suaranya saat berbicara dengan Hasna, suaranya bergetar karena menangis "Tapi, a... Aku cuma penasaran" kata Hasna sengugukan sambil menutup Wajahnya dengan rambutnya.

Bu Cucu mencabut gunting di rambut Hasna dan memeluknya "Sekarang, Ibu juga gak bisa apa apa karena kamu udah melanggar, sekarang kamu terima hukuman ini, rambutmu juga nanti bakal tumuh lagi kok" Kata Bu Cucu menenangkan, Hasna cuma mengangguk lemah dan Bu Cucu kembali berdiri dan menatapku "jangan terlalu kasar Andi, dia kan adik kamu" kata Bu Cucu menasihati, aku cuma mengangguk.

Beberapa lama kemudian, rambut Hasna sudah terpotong berantakan, Aku kemudian mengambil karet karet kecil yang biasanya dipakai untuk mengikat rambut anak perempuan yang masih kecil, kemudian aku mengikat rambutnya menjadi beberapa bagian dan siap untuk dibotaki.

Aku mengambil Clipper di meja dan menyalakannya, Hasna menatap ngeri Clipper itu yang sekarang sudah menyentuh kepalanya, kemudian tanpa berlama lama lagi aku langsung membotaki kepalanya.

'Ngeeng....Ngreeeeeeng. Ngreeeeeeng' (aku lupa suara clipper gimana, hhe) kepala Hasna mulai botak di bagian tengahnya, Bu Cucu yang masih disitu melihatnya dengan sedih, Kepala Hasna mulai terlihat botak sedikit sedikit, hingga akhirnya, Rambutnya pun botak sempurna.

Bu Cucu langsung memeluk Hasna dengan cepat begitu tahu aku sudah selesai, kemudian keduanya menangis sambil berpelukan, setelah lama begitu, akhirnya Bu Cucu melepas pelukannya dan aku menghampiri Hasna dan bersalaman meminta maaf padanya.

*****
Saat ayahku pulang, ia Shock bukan main ketika melihat kepala Hasna yang gundul, namun ia tidak marah, kenapa? sebenarnya, keluarga kami menganggap janji adalah sesuatu yang sakral, membuat kami tidak pernah membuat janji sembarangan seperti yang Hasna janjikan denganku saat membuat kesepakatan, dan begitulah akibatnya.

sekarang, aku menggantung rambut Hasna itu di tali rapia bersama dengan rambut rambut 'korban' ku yang lain, di saat itu, aku terpikirkan, Mungkin aku juga bisa memasukan rambut Bu Rani kedalam koleksiku, aku langsung tersenyum sambil membawa satu bagian Rambut Hasna ke kamar mandi, aku menggunakannya untuk menggosok punggungku sambil tertawa puas dengan suara nyaring...

[]

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

(Part1) RAMBUT PANJANG BUNDA: PEMICU HAIRFETISH DALAM DIRIKU

(Part 3) Pengalaman Hairplay dan memotong Rambut panjang guru Bahasa indonesia

(Part 10) Santriwati Pondok AZ-ZAHRA